Curhat Ramadhan, untuk sastrawan with sticky notes
Momen ramadhan ini saya pergunakan sebaik – baiknya kata
“Budi”, dan ini sudah biasa . saya melihat perubahan dimana-mana, semuanya jadi
insaf. Saf dimasjid – masjid penuh, apalagi dimushalla –mushalla.baca Qur’an
ramai, wanita berbusana rapi, mirip-mirip dengan suasana dikota santri, para
artis tidak mau turun pamor, pake kerudung tapi rambut masih terlihat. Acaranya
juga insaf coy, bulan lalu judulnya son dan lyla, kalau bulan Ramadhan ini
Rahmat dan Rahma. Dulu marimar sekarang maryama. Ada juga nafsu birahi tapi
sekarang jadi ibrahim, ramadhan memang keren. Dan saya suka ini. Ramadhan karim
bulan mulia namun saya tahu pasti ini akan menyisakan luka tatkala dia akan
pergi untuk 11 bulan yang akan datang. Saya sedih karena ditinggalkan bulan
puasa dan saya juga bersedih melihat saudara – saudara kita yang banyak berdalih
kemudian meninggalkan kewajiban dibulan ramadhan, awal Ramadhan total berubah
sadar tapi hingga pertengahan sampai akhir perlahan berubah menjadi ber-ulah.
Dengan dalih kebebasan individu, hak asasi, demokrasi kebersamaan tidak puasa
semuanya mereka buat lebih asik saja. Saya Cuma tau ini imbas dari sekularisme,
mendidik ummat ini menjadi merasa dilihat dan diawasi Allah hanya ketika bulan
Ramadhan tapi diluar bulan ramadhan seolah – olah Allah mereka tiadakan. Dan
tidak perlu lagi beramal baik.